Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, kita telah mengenal bahwa tujuan penciptaan diri kita di alam dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah semata. Apa yang dimaksud dengan ibadah, apa pondasinya dan syarat diterimanya?
Secara bahasa ibadah bermakna perendahan diri dan ketundukan. Adapun secara istilah -dalam agama Islam- ibadah adalah perendahan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang diajarkan di dalam syari’at. Ibadah ini mencakup segala perkara yang Allah cintai dan ridhai, lahir dan batin, baik berupa ucapan, keyakinan, dan perbuatan.
Ibadah dibangun di atas amalan-amalan hati yaitu cinta, takut, dan harapan. Cinta merupakan penggerak utama amalan, sedangkan takut dan harap adalah pengendali agar manusia tetap berjalan di atas kebenaran dan tidak menyimpang karena fitnah/godaan syubhat maupun syahwat. Ibarat seekor burung, cinta adalah kepalanya sementara takut dan harap adalah kedua sayapnya.
Ibadah itu telah mencakup semua sendi dan aspek agama. Baik dalam urusan yang bersifat pribadi, keluarga, maupun masyarakat dan negara. Ibadah kepada Allah hanya akan diterima apabila dipenuhi tiga syarat utama; iman, ikhlas, dan sesuai tuntunan. Artinya amal dari orang kafir tidak diterima, demikian pula amalan yang riya’ atau tercampuri syirik dan amal-amal yang ikhlas tetapi tidak sesuai dengan tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tertolak.
Allah berfirman (yang artinya), “Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami pasti ia akan tertolak.” (HR. Muslim)
Ibadah itu sendiri terbagi ke dalam lima kategori hukum; wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Suatu yang wajib maka beribadah dengannya adalah melaksanakannya, karena meninggalkan yang wajib adalah dosa. Adapun suatu yang sunnah atau mustahab hendaknya dilakukan karena apabila ditinggalkan tidak mendapat pahala. Suatu yang mubah hukum asalnya boleh-boleh saja, tetapi jika dia mengantarkan kepada hal yang tercela maka hukumnya tidak boleh. Apabila hal yang mubah ini mengantarkan pada hal yang positif maka ia dianjurkan atau bahkan diperintahkan/wajib. Adapun hal yang haram dan makruh ditinggalkan. Hal yang haram jika dikerjakan berdosa -bahkan bisa sampai derajat kekafiran- sedangkan hal yang makruh apabila dikerjakan akan mengurangi keutamaan dan kemuliaan.
Untuk bisa beribadah kepada Allah dengan baik dan benar dibutuhkan ilmu. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibadah adalah jalan kemuliaan seorang hamba. Semakin baik dan sempurna dalam beribadah semakin tinggi derajat dan keutamaannya di sisi Allah. Ibadah kepada Allah ini memadukan puncak kecintaan kepada Allah dan puncak perendahan diri. Kecintaan akan tumbuh dengan melihat begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita. Sementara perendahan diri akan tertanam dengan selalu melihat pada banyaknya aib dan cacat pada diri dan amal perbuatan kita.
Wallahu a’lam bish shawaab.